Di tengah-tengah keseriusan menulis Angle bertema character assassination, mendadak pikiran saya harus meluncur ke Paris. Hal itu berawal ketika seorang kawan melakukan interupsi dengan menyodorkan koran Kompas.
“Si Djuanda meninggal di Paris,” katanya.
Kontan saya terperangah. Kaget. Langsung menyambar koran yang memuat berita mendukakan hati itu.Tak pelak lagi, Djuanda, pemerhati masalah-masalah intelijen itu memang sudah mangkat. Dari Paris sana, dia ‘pulang’, tinggalkan Indonesia yang sangat dicintainya. Dia tinggalkan seluruh masalah-masalah tanah air yang selalu menjadi tumpuan pemikirannya.
“Kata orang, warga Amerika yang baik jika meninggal dunia akan pergi ke Paris,” ujar nyonya Allonby.
“Ya, sudah tentu. Tapi jika Amerika yang jahat meninggal dunia, kemana mereka pergi?” tanya Lady Hunstanton.
“Oh, mereka tetap di Amerika.” sela Lord Illingworth.
Pokoknya orang baik akan meninggal dunia di Paris, begitu siratan dialog A Woman of No Importance karangan Oscar Wilde. Dan Djuanda memilih Paris, karena hidup memang penuh pilihan. Paris adalah pilihan luar biasa. Ketika penyakit datang menyerang dan bersarang di tubuhnya, teman saya ini berangkat ke Perancis guna berobat di negara tempat dia pernah menjalani masa muda. Tahukah dia bahwa kematian sudah sedemikan dekat dan membayangi dirinya?
Only the good die young, begitu kata-kata orang bijak. Mungkin itu benar. Tapi di ruang kepala saya, wajah Djuanda berputar-putar. Pertemuan kami terakhir pastilah ketika berdiskusi di coffee shop Hotel Sofyan Betawi sekitar dua bulan lalu. Malam itu dia mengikut saya memesan teh manis dingin sebagai minuman ke dua. Seperti biasa, kami berbincang mengenai hal-hal yang mengganggu rasa keadilan. Apa yang ideal dan apa yang terjadi. Semuanya centang-perenang layak kapal pecah. Tidak banyak hal yang jalan sesuai prosedur. Semua membingungkan dan membikin geram. Apakah kita-kita ini punya daya untuk mengubahnya?
Keinginan itu pastilah masih tersimpan rapat di relung-relung syaraf Djuanda. Buku kecilnya yang berjudul Kitab Capaian Politik memuat 48 etape nyata. Menurutnya, “Berpolitik adalah untuk mencapai tujuan yang disebut Capaian Politik. Di masyarakat kita yang merupakan masyarakat warisan, Capaian Politik adalah terejawantahnya kepemilikan, kekuatan, kekuasaan, wilayah, wibawa dan pengaruh, pengikut serta uang. Kenyataan-kenyataan ini seolah abadi mengikuti perkembangan sejarah bangsa dan negara kita, termasuk padanya dalam hubungan internasional. Para pemuda calon pemimpin perlu mengetahui dan memahami realitas politik ini untuk bekalnyadalam belantara politik Indonesia.”
Djuanda adalah teman diskusi yang paling komplit. Bicara dengannya, saya mendapat banyak pengetahuan tanpa harus meletihkan mata tua dengan membaca berjilid-jilid buku. Mendengarnya, saya memperoleh banyak informasi tanpa harus selidik sana, selidik sini. Djuanda adalah encyclopedia berjalan. Ketika menjadi produser dalam acara-acara radio talkshow, saya sering mengundangnya untuk memperkaya perbincangan. Data-datanya bertimbun dan bicaranya lugas. Ceplas-ceplos. Istilah asing, terutama dalam bahasa Perancis sering terdengar. Keberaniannya melancarkan kritik, membuat orang suka. Tapi banyak juga yang tidak suka. Dan Djuanda sangat menyadari bahwa jumlah orang yang menyukainya lebih kecil dibanding yang tidak menyukainya.
Tapi tunggu dulu. Saya ini bingung, belum mendapat jalan untuk mengaitkan ‘kepergian’ Djuanda dengan tulisan tentang character assassination. Padahal kolom Angle ini sudah dikejar deadline. Namun gejolak hati atas kehilangan teman juga harus dilahirkan, meski bukan dalam kolom obituari khusus. Mungkin saya cuma bersedih, sebab kini saya tidak lagi bisa menemukan karakter yang dimiliki Djuanda.
Tadi kawan saya berkata geram, Djuanda bisa jadi dihabisi. Kayak Munir juga. Mungkin diracun. Sesaat pikiran itu juga menyelip masuk ke benak saya. Tapi tampaknya tidak. Saya tahu Djuanda sakit. Dulu ketika menelpon ke apartemennya, saya mendapat jawaban bahwa dia terbaring sakit, tidak bisa menerima telepon. Saya mafhum, karena belakangan itu, tubuh Djuanda semakin hari semakin kurus dan kecil. Dan wajah yang kurang segar.
Jadi, saya menepis dugaan assassination. Jikapun ada unsur pembunuhan di sini, jelas bahwa hidup mantan Letnan Kolonel TNI Angkatan Laut ini telah diakhiri oleh kerusakan hebat pada lever, pankreas dan kelenjar getah bening. Anna, sang kakak, mengatakan Djuanda lebih sering dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Georges Pompidouoleh tim dokter ahli Perancis. Keadaan Djuanda memang sangat tidak sehat, meskipun saya bisa tidak percaya, karena suaranya di balik telepon masih tetap lantang.
“Bung, saya masih di Paris, berobat. Nanti saya cari jalan untuk memberi data-data,” ujar Djuanda dua minggu sebelumnya. Memang menurut Anna, kondisi Djuanda sering naik turun, kadang membaik, kadang memburuk. Dua hari sebelum wafat, almarhum mengalami serangan sakit yang hebat di bagian kepala. “Dia bilang dia capek,” ujar Anna. “So very tired.”
Iyalah, siapa sih yang tidak capek dan sakit memikirkan negeri yang amburadul begini? Kecintaan kita yang teramat dalam kepada Indonesia membuat kita terluka. We love too much, and it’s hurt! Kita ingin Indonesia ini cepat-cepat jadi bagus, lekas-lekas bisa makmur, tapi kita lagi-lagi berhadapan dengan berbagai jenis perangai yang tak terpuji. Perangai yang tidak heroik, perangai yang mencla-mencle. Kita mendengus jijik melihat orang yang bisa berbuat apa saja hanya untuk menyelamatkan diri. Certain people are born with natural false teeth, kata Robert Robinson, penulis dan penyiar BBC. Jadi jangan heran sebenarnya, jika sering kalimat-kalimat yang diucapkan juga palsu. Dan jika sudah terdesak, orang-orang model begini akan melemparkan kesalahan ke luar dirinya dan bilang bahwa semua itu adalah ulah pihak-pihak yang ingin melakukan character assassination terhadap dirinya.
Character assassination? Saya teringat Gary Hart ketika dituding berselingkuh dengan Donna Rice. Hart ngotot mengatakan, hubungan mereka platonis, bebas dari nafsu berahi dan cinta. Pada konvensi Asosiasi Penerbit Surat Kabar Amerika di New York Mei 1987, Hart menuding koran Miami Herald menyebarkan berita bohong yang menyesatkan. Istrinya juga membela dengan mengatakan, media sudah melakukan character assassination.
Saya juga teringat Nixon. Dan Watergate. Sekretaris Pers Gedung Putih Ronald Ziegler mati-matian menyangkal dan menuduh koran Washington Post melakukan character assassination. Ini lemparan balik yang diharapkan bisa ampuh. Seperti yang terjadi di Pilipina tahun 1963, ketika Wakil Presiden Emmanuel Pelaez menuduh Presiden Diosdado Macapagal melakukan character assassination karena Pelaez dinyatakan termasuk dalam daftar Stonehill Blue Book, yang menerima dana dari milioner AS, Harry F. Stonehill. Di Indonesia juga demikian. Banyak yang bilang character assassination. Akhir-akhir ini, pengacara Juniver Girsang juga bilang begitu tentang berita-berita terhadap Hary Tanoe yang menjadi klien-nya. Even Pak Sudi Silalahi juga bilang begitu.
Character assassinationadalah penyerangan terhadap reputasi seseorang. A deliberate and sustained attack on somebody’s reputation. Tapi dalam berita dan buku-buku yang saya baca, tuduhan character assassination itu jarang terbukti. Jika ada asap, selalu ada api. Itu adalah bagian dari kehidupan. Hidup adalah benturan.
Crash, film pemenang Oscar tahun ini, membuka kisahnya dengan kesadaran itu. Kita berbenturan dengan orang lain. Orang lain membentur kita. Dan kita merindukan hal itu. Sebenarnya hidup ini membutuhkan benturan-benturan agar kita bisa merasakan sesuatu. Dan benturan maksimal adalah kematian. Apakah kematian itu tragis atau indah, kita tinggal mendefinisikan saja.
Penyanyi rock Lou Reed mungkin tidak bercanda saat mengomentari kematian Jim Morrison, penyanyi kelompok The Doors, pada Juli 1971. “Someone told us that Jim Morrison had just died in a bathtub in Paris. And the immediate reaction was, How fabulous, in a bathtub, in Paris, how faaaantastic." He he he......
(Dimuat di Majalah B-Watch No. 9, edisi April 2006)
Selama di Paris, Djuanda sempat memiliki kebiasaan unik, yakni mengamati seorang nenek yang setiap pagi mencongklang kuda berkeliling di kawasan pintu gerbang Jeanne d'Arc (Triomphe St. Jeanne de Arc). Naluri telik sandinya menggiring ingin mengetahui siapa sang nenek tersebut.
Akhirnya, ia menemukan jawaban bahwa nenek tersebut keturunan keluarga bangsawan yang memiliki tali darah dengan St. Jeanne de Arc (6 Januari 1412 - 30 Mei 1431), perempuan ksatria Prancis tempo dulu yang tewas menggenaskan dibakar sekelompok penduduk Paris lantaran memiliki naluri indra keenam, namun didakwa menjadi pesihir.
SudutBidik Eps. 02 w/ Naldi Nazar & Richard Claproth
BUMN & Politik Ekonomi
SudutBidik Eps. 01 w/ Binsar Tobing & Nur Adieb
Mencari Solusi Krisis Energi
Spring 1982
In my life I love them all
There are places I remember All my life, though some have changed
Some forever not for better Some have gone and some remain
All these places had their moments With lovers and friends I still can recall
Some are dead and some are living In my life I've loved them all
But of all these friends and lovers there is no one compares with you And these memories lose their meaning When I think of love as something new
Though I know I'll never lose affection For people and things that went before
I know I'll often stop and think about them In my life I love you more
USA - Mexico Border
Poor Mexico, so far from God and so near to the United States - Attributed to Porfirio Díaz (1830 - 1915) Mexican President
Ceramah di Hari Pers
Februari 1994
Arlington Cemetery, Washington DC
Grave of John F. Kennedy
Rest & Relax, Prambors Rasisonia
Dari Ruang Ini, Kita Kuasai Jakarta!!!
San Diego State University
Walt Whitman:
Are you the new person drawn toward me? To begin with take warning, I am surely far different from what you suppose; Do you suppose you will find in me your ideal? Do you think it is so easy to have me become your lover? Do you think the friendship of me would be unalloy'd satisfaction? Do you think I am trusty and faithful? Do you see no further than this facade, this smooth and tolerant manner of me? Do you suppose yourself advancing on real ground, toward a real heroic man? Have you no thought, O dreamer, that it may be all maya, illusion?
Waikiki, Hawaii
SudutBidik @ QTV & TVSwara
A 60 minute talkshow program hosted by IzHarry Agusjaya Moenzir a well known radio journalist with over 36 years of experience in Indonesia politics and current affairs. This program examines different perspectives and angles to current affairs topics.
The Me, I Never Knew
2006
Coronado Del Mar, San Diego
Sky, Sea and Sand
Quote from Pieces of April
How often we sit weeping -you and I- over the life we lead! My love, if you only knew the darkness of the days ahead!
Cora Princess
In The Middle of Gambling Days
Bhagavad Gita
"Neraka memiliki tiga pintu gerbang, yaitu nafsu seksual, kemurkaan dan ketamakan." > Bhagavad Gita
"Dewa, setan, surga dan neraka akan lenyap saat manusia kehilangan kejujuran nurani." > Salman Rushdie - Imaginary Homelands
With Jenderal Faisal Tanjung
Jakarta
Kalang, Singapore
After Disney on Ice
Castle of Tang Dynasty
Hard Rock Hotel, Bali
New Year's Eve
The Pegasus, 1979
Honda 250cc
Puncak
The Other Side of My World
Jakarta 1979
With Remy Silado
Pentas Jazz Prambors
Bugis Junction
Fundae Ice Cream
ID Prambors
Program Director
Tempat Anak Muda Mangkal
Borobudur 9 Jakarta
Tip Top
Medan
Taman Setiabudi YY-42
Medan
Tang Dynasty
Sentosa Island
Singapore
Danau Toba
Parapat, 1989
Santa Monica
Fishing on the dock of the bay
Nien 1983
Antara Lombok dan Bali
With Bima
Parapat, 1989
Taipei
Millbrae, California
17 Agustus 1991
Caesar's Palace
September 1991
Winter 1982
Caesar' Palace
Las Vegas
Manila, 1990
University of The Philippines Los Banos
Hollywood
Universal Studio, Los Angeles
Medan, 1989
Rini & Bima
Philadelphia, 1991
Independence Hall
Memphis, Tennessee
Mississippi Riverboat
Liberty Bell
Independence National Historical Park, Philadelphia
Graceland, Memphis
Grave of Elvis Presley
Helena, Arkansas
Cotton Field, 31 August 1991
Chicago
O’Hare International Airport
Childs
Monday's child is fair of face, Tuesday's child is full of grace, Wednesday's child is full of woe, Thursday's child has far to go, Friday's child is loving and giving, Saturday's child works hard for his living, And the child that is born on the Sabbath day Is bonny and blithe, and good and gay.
Anonymous
Rinintha Pradiza
1995
Bima Andwiza
Medan, 1995
Bramadya Andriza
Medan, 1995
Mexico 1991
USA - Mexico Border
Vacation
Antara Bali dan Lombok
Pegasus
Medan 1978
Me, 1955
The Magic Time of Dream
New York 1991
42nd Street
Jakarta, 1984
One of A Few
Benz
Puncak Arthaloka, 1979
Radio Elshinta
The Agusjaya
Bogor 2003
Jean-Paul Sartre:
Man is condemned to be free. - in Existentialism is a Humanism.
Universal Studio
Hollywood
The Moenzir
Puncak, 2001
Yogyakarta, 1984
With Japto
Di Pojok HMV
Orchard Road, Singapore 2007
Quote from Gesang, Part 1
"Dalam bahasa Jawa, gesang berarti hidup. Pastilah mereka mengharap agar penyakit tak akan menghentikan nyawaku. Aku harus hidup, sesuai namaku. Bagiku, kepercayaan masyarakat Jawa itu terasa benar adanya. Nama identik dengan nasib, berkaitan langsung dengan takdir dan bisa mendatangkan keuntungan. Mudah-mudahan."
1 komentar:
Selama di Paris, Djuanda sempat memiliki kebiasaan unik, yakni mengamati seorang nenek yang setiap pagi mencongklang kuda berkeliling di kawasan pintu gerbang Jeanne d'Arc (Triomphe St. Jeanne de Arc). Naluri telik sandinya menggiring ingin mengetahui siapa sang nenek tersebut.
Akhirnya, ia menemukan jawaban bahwa nenek tersebut keturunan keluarga bangsawan yang memiliki tali darah dengan St. Jeanne de Arc (6 Januari 1412 - 30 Mei 1431), perempuan ksatria Prancis tempo dulu yang tewas menggenaskan dibakar sekelompok penduduk Paris lantaran memiliki naluri indra keenam, namun didakwa menjadi pesihir.
Posting Komentar