Kami berserobok di jalan bercabang. Masing-masing mencoba merebut jalan tunggal. Mobil Kijang itu merasa dirinya benar. Sementara saya merasa lebih berhak masuk duluan. Dia membunyikan klakson. Saya balas langsung dengan klakson yang lebih panjang. Dia pun menyumpah: “Monyet!” Saya membalas lantang: “Anjing!” Saya mengacungkan kepalan, dia menunjukkan tinju. Kami saling memaki dengan kata-kata kasar.
Sesaat kemudian, moment keras itu berlalu. Anger is a momentary madness, kata Horace, sang penyair Roma. Saya melaju kencang di tol, dia meluncur maju di jalur lambat. Selesai? Ternyata tidak. Malam di jalan panjang menuju pulang, saya merasa tidak lagi memiliki kesentosaan. Rasa kesal membalut hati. Musik yang dikumandangkan loudspeakers sudah tak enak didengar. Pikiran terganggu. Kemurkaan yang tadi membersit, meskipun hanya dalam bilangan detik, telah membuat diri saya jadi tidak bahagia.
Tapi bukankah saya pantas marah? Saya marah kepada ketidakberesan, terhadap kecentangperenangan, kepada orang-orang yang selalu merasa dirinya benar, ingin memang sendiri, tidak mau mengalah dan menyangkal kebenaran orang lain. Saya marah kepada orang yang menyeberang jalan seenak perut, memarahi para pengemudi motor yang selalu menerobos marka jalan untuk masuk ke jalur yang akan kulalui. Saya marah pada apa saja.
Tapi saat itu saya memang lupa Aristotle. The man who gets angry at the right things and with the right people, and in the right way and at the right time and for the right length of time, is commended, ujar si bijak Yunani itu dalam Nicomachean Ethics. Saya terkutuk dengan kemurkaan. Tidak menyadari bahwa orang lain juga bisa memiliki penghayatan yang sama. Mereka juga merasa benar, persis seperti saya dan juga menilai seperti saya. Mungkin memang betul, bukan saya yang benar. Bisa jadi saya yang salah, tetapi merasa memiliki kebenaran. Pria di Kijang itu menganggap saya yang menyerobot jalannya. Penyeberang jalan merasa saya mengganggu kenyamanan pedestrians dan pengendara motor heran melihat saya kekeh mempertahan jalur.
Akhirnya semua jadi marah-marahan. Rupanya kita adalah orang-orang yang selalu marah, bagian dari manusia-manusia yang selalu menunjukkan wajah keras di hari-hari yang menghimpit ini. Amarah adalah otot dan urat daripada jiwa. Kita pun menjelma jadi kelompok yang gampang mengencangkan rahang dan menggemeretukkan gigi, serta tidak segan-segan melayangkan kepalan tinju.
Penyair Amerika Ralph Waldo Emerson bilang, kita mendidih pada derajat yang berbeda. Artinya, bagaimanapun arif dan bijaksana, kita selalu punya titik gelegak. Itulah yang kita alami seusai reformasi ini. Tak punya daya lagi untuk melawan situasi yang buruk. Kita terpanggang, merasa panas, mendidih, menggelegak dan meletup, bahkan meledak. Kepahitan adalah kanker yang melahap diri sendiri, tulis pengarang Maya Angelou. Anger is like fire. It burns all clean. Kita pun terjebak untuk selalu memakai otot, bukan otak. Selalu rasa, bukan logika. Otak berada di perut dan dada.
Kita murka. Dan lupa, bahwa dengan kemurkaan itu, kita sudah menjadi manusia pandir. Selalu bodoh. Selalu tolol. Selalu marah. Padahal kita tak pernah henti berdoa. Begitulah setiap hari kini. Selalu marah. Selalu bodoh. Selalu tolol.
(Dimuat di Majalah Marine Business, Kolom JUST THINK, Edisi Juli 2008)
SudutBidik Eps. 02 w/ Naldi Nazar & Richard Claproth
BUMN & Politik Ekonomi
SudutBidik Eps. 01 w/ Binsar Tobing & Nur Adieb
Mencari Solusi Krisis Energi
Spring 1982
In my life I love them all
There are places I remember All my life, though some have changed
Some forever not for better Some have gone and some remain
All these places had their moments With lovers and friends I still can recall
Some are dead and some are living In my life I've loved them all
But of all these friends and lovers there is no one compares with you And these memories lose their meaning When I think of love as something new
Though I know I'll never lose affection For people and things that went before
I know I'll often stop and think about them In my life I love you more
USA - Mexico Border
Poor Mexico, so far from God and so near to the United States - Attributed to Porfirio DÃaz (1830 - 1915) Mexican President
Ceramah di Hari Pers
Februari 1994
Arlington Cemetery, Washington DC
Grave of John F. Kennedy
Rest & Relax, Prambors Rasisonia
Dari Ruang Ini, Kita Kuasai Jakarta!!!
San Diego State University
Walt Whitman:
Are you the new person drawn toward me? To begin with take warning, I am surely far different from what you suppose; Do you suppose you will find in me your ideal? Do you think it is so easy to have me become your lover? Do you think the friendship of me would be unalloy'd satisfaction? Do you think I am trusty and faithful? Do you see no further than this facade, this smooth and tolerant manner of me? Do you suppose yourself advancing on real ground, toward a real heroic man? Have you no thought, O dreamer, that it may be all maya, illusion?
Waikiki, Hawaii
SudutBidik @ QTV & TVSwara
A 60 minute talkshow program hosted by IzHarry Agusjaya Moenzir a well known radio journalist with over 36 years of experience in Indonesia politics and current affairs. This program examines different perspectives and angles to current affairs topics.
The Me, I Never Knew
2006
Coronado Del Mar, San Diego
Sky, Sea and Sand
Quote from Pieces of April
How often we sit weeping -you and I- over the life we lead! My love, if you only knew the darkness of the days ahead!
Cora Princess
In The Middle of Gambling Days
Bhagavad Gita
"Neraka memiliki tiga pintu gerbang, yaitu nafsu seksual, kemurkaan dan ketamakan." > Bhagavad Gita
"Dewa, setan, surga dan neraka akan lenyap saat manusia kehilangan kejujuran nurani." > Salman Rushdie - Imaginary Homelands
With Jenderal Faisal Tanjung
Jakarta
Kalang, Singapore
After Disney on Ice
Castle of Tang Dynasty
Hard Rock Hotel, Bali
New Year's Eve
The Pegasus, 1979
Honda 250cc
Puncak
The Other Side of My World
Jakarta 1979
With Remy Silado
Pentas Jazz Prambors
Bugis Junction
Fundae Ice Cream
ID Prambors
Program Director
Tempat Anak Muda Mangkal
Borobudur 9 Jakarta
Tip Top
Medan
Taman Setiabudi YY-42
Medan
Tang Dynasty
Sentosa Island
Singapore
Danau Toba
Parapat, 1989
Santa Monica
Fishing on the dock of the bay
Nien 1983
Antara Lombok dan Bali
With Bima
Parapat, 1989
Taipei
Millbrae, California
17 Agustus 1991
Caesar's Palace
September 1991
Winter 1982
Caesar' Palace
Las Vegas
Manila, 1990
University of The Philippines Los Banos
Hollywood
Universal Studio, Los Angeles
Medan, 1989
Rini & Bima
Philadelphia, 1991
Independence Hall
Memphis, Tennessee
Mississippi Riverboat
Liberty Bell
Independence National Historical Park, Philadelphia
Graceland, Memphis
Grave of Elvis Presley
Helena, Arkansas
Cotton Field, 31 August 1991
Chicago
O’Hare International Airport
Childs
Monday's child is fair of face, Tuesday's child is full of grace, Wednesday's child is full of woe, Thursday's child has far to go, Friday's child is loving and giving, Saturday's child works hard for his living, And the child that is born on the Sabbath day Is bonny and blithe, and good and gay.
Anonymous
Rinintha Pradiza
1995
Bima Andwiza
Medan, 1995
Bramadya Andriza
Medan, 1995
Mexico 1991
USA - Mexico Border
Vacation
Antara Bali dan Lombok
Pegasus
Medan 1978
Me, 1955
The Magic Time of Dream
New York 1991
42nd Street
Jakarta, 1984
One of A Few
Benz
Puncak Arthaloka, 1979
Radio Elshinta
The Agusjaya
Bogor 2003
Jean-Paul Sartre:
Man is condemned to be free. - in Existentialism is a Humanism.
Universal Studio
Hollywood
The Moenzir
Puncak, 2001
Yogyakarta, 1984
With Japto
Di Pojok HMV
Orchard Road, Singapore 2007
Quote from Gesang, Part 1
"Dalam bahasa Jawa, gesang berarti hidup. Pastilah mereka mengharap agar penyakit tak akan menghentikan nyawaku. Aku harus hidup, sesuai namaku. Bagiku, kepercayaan masyarakat Jawa itu terasa benar adanya. Nama identik dengan nasib, berkaitan langsung dengan takdir dan bisa mendatangkan keuntungan. Mudah-mudahan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar