Kamis, Juni 12, 2008

Jurus Pamungkas Sang Kupu-Kupu


Seandainya kawasan nusantara ini diibaratkan dunia persilatan, maka kelebat Yusril Ihza Mahendra pastilah menampilkan rangkaian jurus-jurus pendekar wahid. Apalagi saat ini, ketika dia selalu menggendong dan menebas-nebaskan pedangnya yang berat dengan lincah. Di bawah kilatan lampu sorot bersinar tajam, mantan Menteri Sekretaris Negara ini meliuk-liukkan tubuh dalam jurus-jurus silat yang beringas.


Peran sebagai Cheng Ho dilakoninya dengan utuh. Dalam jubah kebesaran seorang Admiral, Yusril tampil wibawa. “Padahal sebenarnya saya takut,” katanya di sela-sela syuting di Lapangan Golf Kemayoran. “Gerakan refleks saya terlalu cepat, sehingga kamera sering tertinggal dalam membidik.” Akibatnya, banyak adegan yang terpaksa diulang dengan gerakan diperlambat. Namun ketakutan Yusril yang sebenarnya adalah jika dia harus bertarung dengan lawan mainnya. “Pedang yang saya pakai itu pedang betulan. Tanpa ayunan tangan saya saja, pedang besar itu bisa menebas badan orang, apalagi ditambah dengan tenaga saya.”


Pria yang lahir 52 tahun lalu ini memang masih lincah dan gesit. Apalagi setelah tidak bertungkuslumus dengan masalah-masalah politik dan pemerintahan, wajahnya terlihat semakin segar. Namun dia menyangkal hal itu. “Hidup saya penuh politik dan keahlian saya adalah bidang pemerintahan. Saya bernafas dengan kedua hal itu,” jawabnya. Jadi menurutnya, kebugaran itu adalah berkat olahraga semata. Memang, selain rajin lari-pagi, Pakar Tata Negara ini masih sering bermeditasi dan melakukan latihan pencak silat. “Untuk menjaga keseimbangan antara inner-side dan outer-side,” paparnya.


Semua itu terbawa sejak masih kecil di Belitung. Dari komunitas di sekitar kampungnya, Yusril banyak belajar Pencak Silat Melayu. Di setiap keramaian dan kerumunan, dia sering tampil sebagai pesilat cilik. Pada mulanya sebagai gerak seni budaya, tapi kemudian berubah menjadi gerak olahraga dan ilmu bela diri. Apalagi ketika dia mulai sering berkunjung ke Kelenteng Fu Thiap Khien untuk mempelajari ilmu Silat Kupu-kupu.


“Silat Melayu dan silat Cina tanpa sengaja telah berpadu di gerak refleks saya,” katanya. “Sejak kelas lima SD hingga tamat SMA saya terus mematangkan jurus-jurusnya.” Pelajaran itu baru terhenti ketika Yusril meninggalkan Belitung. Kupu-kupu kecil harus terbang menuju Jakarta.


Di ibukota, Yusril mendaftar ke perguruan silat yang sering mengadakan latihan di Al-Azhar. “Tapi saya ditolak berguru di sana. Mereka bilang saya seharusnya bukan jadi murid, tetapi jadi pelatih,” katanya tertawa. “Apa boleh buat, saya berlatih saja sendiri, terus memadukan jurus-jurus itu dan menghening cipta, memperdalam meditasi.”


Dengan bimbingan seorang biksu Thailand, Yusril pun memasuki alam batin yang raya tanpa batas. Manfaatnya sangat besar, karena hal itu membuat dia tidak lagi berkutat pada keduniawian, tetapi menapak ke kebijakan spiritual. Apalagi setelah dia berhasil memodifikasi cara bermeditasi sejalan dengan napas Islam. “Saya ubah dan saya jalani sendiri. Hasilnya sangat baik, saya menjadi lebih tenang, tidak punya rasa sakit hati, bebas dari berbagai perasaan buruk yang ada,” ucap pemilik restoran Beliton Bistro ini.


Tidak merasa kehilangan karena tidak menjabat lagi? Yusril menggeleng tegas. Menurutnya, jabatan itu datang dan pergi. Diberhentikan dari kabinet sudah merupakan hal yang biasa bagi dirinya, bukan aneh lagi. Baginya tidak ada lagi peristiwa yang luar biasa. Semuanya wajar seperti embun pagi, persis ketika dia dikabarkan tidak berkenan duduk di Mahkamah Konstitusi karena cenderung ingin bertarung di Pemilu untuk menjadi Presiden.


“Begitulah alur hidup,” tutur Yusril. “Kepribadian Admiral Cheng Ho yang saya lakoni merasuk juga ke jiwa saya, membuat tekad menjadi bulat dan sadar bahwa hidup ini tak lain daripada rentetan pengabdian semata, kepada Tuhan dan kepada masyarakat.” Hmm, jurus pamungkas sang kupu-kupu mulai disusun. Bersiap-siaplah, wahai Nusantara!

(Rancangan artikel untuk Majalah Pencak Silat IPSI)

Tidak ada komentar: